Lebih Efektif LCD dan Laptop atau Papan Tulis?
Rosita Dewati
Pada masa ini, Indonesia sudah memasuki era
globalisasi dimana berbagai kemajuan teknologi sedang maraknya digunakan.
Teknologi canggih yang terus bermunculan memang menuntut kita sebagai generasi
muda untuk mempelajari, memahami dan mengikuti perkembangan teknologi tersebut.
Di sisi lain, kemajuan teknologi menjadikan bangsa kita
semakin menjadi bangsa yang konsumtif karena teknologi tersebut bukanlah hasil
karya anak bangsa akan tetapi merupakan barang buatan negara-negara maju
seperti Jerman, Jepang, China, dll.
Pada era globalisasi ini, sebagian besar bahkan
hampir seluruh lembaga pendidikan atau sekolah-sekolah yang ada di kota-kota
besar di Indonesia sudah menggunakan LCD dan Laptop dalam aktivitas belajar
mengajar. Bahkan ada pula sekolah yang
mewajibkan siswanya untuk memiliki laptop dan membawanya ke dalam kelas untuk
digunakan selama jam belajar mengajar. Namun, apakah penggunaan teknologi
tersebut efektif?
Pemanfaatan LCD dan Laptop memang terkesan lebih
praktis, instan dan lebih efisien. Siswa tidak perlu mencatat materi karena sudah ada print-out yang diberikan dan tinggal
menambahkan sedikit catatan sebagai penjelasan tambahan pada print-out materi tersebut. Selain itu,
penyampaian materi menggunakan LCD dan Laptop
akan lebih menarik dengan animasi, gambar serta suara yang dapat menimbulkan
minat belajar siswa. Siswa akan lebih mudah membaca materi yang diberikan guru
atau pengajar yang sudah ada dalam Laptop, sehingga mereka tidak memerlukan
buku lagi untuk mencatat karena sudah ada Laptop yang bisa dimanfaatkan sebagai media untuk mencatat.
Berbagai teknologi seperti Laptop dan LCD memang
memberikan dampak yang positif. Memiliki manfaat yang begitu besar dan lebih
efisien. Akan tetapi, yang menjadi pertanyaan adalah ‘mengapa negara maju yang menciptakan teknologi tersebut memilih
menggunakan Papan Tulis? Bukanlah hal tersebut tidak dianggap maju?’
Papan tulis dengan kapur tulis yang dianggap berdebu
dan kotor justru masih banyak digunakan di sekolah-sekolah atau lembaga
pendidikan di negara maju seperti Amerika dan Jepang. Negara maju tersebut tidak mewajibkan teknologi maju sebagai media pembelajaran mereka.
Negara tersebut jelaslah lebih maju dibanding negara kita, Indonesia. Bukankah
seharusnya kita mencontoh kepada
yang lebih baik dari kita?
Ternyata tidak selamanya papan tulis dan kapur tulis
tersebut dianggap jelek. Dengan menulis dan menerangkan di papan tulis,
pengajar menuntut siswanya untuk memperhatikan apa yang diajarkan kemudian
siswa bisa mencatat setelah pengajar selesai menjelaskan materi. Hal tersebut
dapat menimbulkan minat siswa untuk
tetap fokus agar tidak tertinggal materi dan dapat membantu mempertajam ingatan
siswa dengan mendengarkan, membaca dan menulis materi yang disampaikan. Dengan
begitu, siswa tidak bisa bermalas-malasan karena adanya tuntutan untuk
memperhatikan sehingga dapat menumbuhkan minat siswa untuk belajar dan aktif
bertanya apabila merasa masih belum jelas.
Sebenarnya ingatan manusia itu akan tajam jika di
asah dan sering digunakan. Metode untuk memperkuat memori atau ingatan pada
manusia adalah dengan memadukan indera (mata, telinga, tangan, kaki, hidung,
dan lidah) untuk memperhatikan sesuatu. Dalam belajar, hal tersebut meliputi
membaca, menulis dan mendengarkan. Media visual memang lebih menarik dan lebih
menciptakan kesan imajinatif sehingga otak mudah mengingat. Akan tetapi, jika
hanya membaca, mendengarkan dan ber-imajinasi saja tidak cukup karena otak akan
lebih mengingat lagi jika dituliskan dengan kata-kata. Kadangkala, jika terlalu
lama berimajinasi-pun kita akan terlarut dalam dunia imajinasi kita sehingga
kita akan kehilangan konsentrasi untuk memperhatikan pelajaran dan tertinggal.
Penggunaan LCD dan Laptop yang dianggap efisien
ternyata juga memiliki kelemahan dan dampak negatif. Dengan adanya print-out materi, siswa tidak merasa ada tuntutan untuk
memperhatikan, apalagi jika pengajar tidak memperhatikan siswanya ketika sedang
menjelaskan dan hanya terpaku pada layar laptop. Bisa saja pengajar justru
ditinggal siswanya bermain game di handphone, mengirim sms, asyik
berbincang dengan teman atau bahkan justru ditinggal tidur tanpa
sepengetahuan pengajar tersebut. Siswa hanya
mengandalkan print-out materi
sehingga ia menjadi malas untuk mencatat apa yang disampaikan, apalagi jika print-out tersebut bukanlah berisi point-point atau inti materi melainkan berisi materi seutuhnya. Hal tersebut semakin membuat siswa
malas. Begitu juga dengan penggunaan Laptop, selain menjadikan seorang yang
konsumtif akan teknologi, Laptop juga bisa disalahgunakan saat pengajaran
sedang berlangsung. Bukannya digunakan untuk membuka materi atau mencatat
tetapi justru digunakan untuk bermain game
di Laptop atau membuka gambar/video aneh-aneh yang ada di Laptop mereka.
Apalagi jika dilengkapi oleh Wi-fi, siswa
bisa saja justru bermain game on-line,
chatting-an, facebook-an ,bahkan digunakan untuk membuka situs yang aneh-aneh. Namun,
tidak semua pengajar mau menyuruh siswanya untuk menggunakan Laptop saat di
kelas. Pernah saya temui dosen yang memang tidak mengizinkan karena takut akan
hal-hal tersebut terjadi, pernah pula saya temui dosen yang tenang-tenang saja
membiarkan siswanya membuka Laptop saat di kelas. Pernah pula saya temui dosen
yang menginginkan siswanya mengumpulkan tugas apapun bahkan laporan praktikum
yang ditulis tangan, bukan diketik. Mengapa?
Karena ditakutkan para siswanya hanya meng-copas (copy paste) laporan dari teman atau siswa lain. Hal tersebut
membuat siswa malas dan tidak berpikir kreatif. Sebaliknya dengan menulis
tangan, siswa dapat sekaligus mempelajari apa yang ia tulis, tidak sekedar copas.
Membuat laporan, tugas atau catatan dengan Laptop memang
mengajarkan siswa tentang teknologi dan melatih siswa untuk bekerja secara
modern menggunakan teknologi. Akan tetapi, perlu dicermati kembali hal-hal
negatif yang ditimbulkan akibat penggunaan yang salah.
Menurut penuturan seorang teman dan sumber yang saya
dapat, sesuatu yang instan itu akan cepat
hilang. Sesuatu yang instan cepat hilang karena kurang dapat terasa
pengorbanannya dibandingkan dengan
sesuatu yang dimulai dari nol. Kemajuan teknologi harus ditanggapi dengan
pikiran terbuka namun mampu menyikapinya agar tidak menjadi orang yang
konsumtif dan ‘manja’ atau terus
bergantung pada teknologi sehingga akan membuat seseorang malas untuk berpikir
kreatif. Biasanya orang yang sudah terbiasa dengan sesuatu yang instan, praktis
dan efisien akan beranggapan ‘kalau ada
yang instan, mengapa harus ribet?’ dan sebagainya.
Kemajuan teknologi dapat membawa dampak yang baik
jika kita manfaatkan dengan baik dan tidak disalahgunakan. Begitu juga dalam
bidang pendidikan, harus dipikir terlebih dahulu sebelum diterapkan, bukan
hanya digunakan karena sekedar ingin dicap sebagai bangsa yang selalu mengikuti
kemajuan, globalisasi, atau sekedar gengsi. Yang terpenting dan perlu
diperhatikan agar seperti negara maju dalam hal pendidikan, tidak selamanya
harus menerapkan teknologi baru yang terus bermunculan, namun bagaimana upaya
kita untuk menciptakan kurikulum bertaraf Internasional atau tidak dibawah
kurikulum negara maju tersebut. Yang
penting adalah prosesnya, bukan alatnya. Percuma saja menggunakan alat modern
dan canggih jika dalam pelaksanaannya saja kurikulum kita masih dibawah mereka
dan penggunaan teknologi tersebut juga kurang efektif. Untuk mencapai bangsa
yang maju, harus dimulai dari pendidikan. Agar tercipta generasi muda yang
kreatif, yang produktif dan mampu mewujudkan cita-cita bangsa.
No comments:
Post a Comment